FOREXimf.com - Dunia itu seperti tubuh manusia, di mana energi adalah darah yang mengalir, menjaga semuanya tetap hidup dan bergerak. Nah, di tengah "tubuh" ekonomi global ini, ada satu "pipa darah" super penting bernama Selat Hormuz. Jalur air sempit ini sering jadi pusat perhatian karena ketegangan geopolitik, terutama ancaman dari Iran untuk menutupnya. Jika itu terjadi, bayangkan saja, pasokan energi global bisa tersendat, dan efeknya bisa bikin pasar keuangan, termasuk pasangan mata uang EURUSD, gonjang-ganjing!
Penasaran kan, kenapa Selat Hormuz sepenting itu? Bagaimana ketergantungan Eropa terhadap jalur ini? Dan yang paling penting buat kamu para trader cepat alias Quickers, gimana sih hubungannya sama pergerakan EURUSD? Yuk, kita bedah tuntas semuanya!
Selat Hormuz – Urat Nadi Energi Dunia: Mengapa Selat Hormuz Begitu Vital?
Bayangkan Selat Hormuz ini sebagai gerbang tol paling sibuk di dunia untuk kapal-kapal tanker raksasa. Letaknya super strategis, menghubungkan Teluk Persia yang kaya minyak dengan Teluk Oman dan Laut Arab yang luas.
Ini adalah satu-satunya jalan keluar-masuk bagi minyak dan gas dari negara-negara produsen utama seperti Arab Saudi, Irak, UEA, Kuwait, dan Qatar. Dengan lebar yang super sempit di beberapa titik, hanya sekitar 39 kilometer, wajar saja kalau jalur ini dijuluki "chokepoint" paling penting di dunia.
Lalu, seberapa sibuk sih gerbang tol ini? Angkanya bisa bikin melongo! Rata-rata, 20-21 juta barel per hari (bpd) minyak mentah dan kondensat melintasi Selat Hormuz. Itu setara dengan sekitar 20-22% dari total pasokan minyak global, lho! Belum lagi gas alam cair (LNG), sekitar 20-25% perdagangan global LNG juga lewat sini.
Kebanyakan energi ini tujuannya ke pasar Asia yang rakus energi, seperti Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan. Amerika Serikat juga mengimpor sebagian kecil minyaknya dari Teluk Persia melalui Hormuz, sekitar 7% dari total impor mereka.
Meskipun Selat Hormuz ini begitu vital, Iran sendiri sebetulnya enggak pernah serius niat menutupnya secara permanen. Ancaman mereka lebih ke arah alat tawar-menawar geopolitik.
Kenapa? Karena kalau ditutup beneran, ekonomi Iran sendiri juga bakal kolaps. Selain itu, menutup jalur sepenting ini pasti bakal memicu intervensi militer dari AS dan sekutunya. Jadi, ancaman itu lebih sebagai gertakan di meja perundingan.
Seberapa Rentan Eropa Tanpa Selat Hormuz?
Eropa itu seperti "Rumah yang Sedang Membangun Jaringan Listrik Baru, Tapi Masih Terhubung ke Sumber Lama." Mereka punya ambisi besar untuk mandiri energi, tapi kenyataannya, Eropa masih sangat bergantung pada impor energi. Misalnya, pada tahun 2018, 96% kebutuhan minyak mentah Eropa itu diimpor!
Dari jumlah itu, sekitar 21% impor minyak mentah UE datang dari Timur Tengah. Bahkan di tahun 2020, 18% impor minyak mentah dan 12,4% impor gas alam UE berasal dari kawasan MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara).
Setelah konflik Rusia-Ukraina, Eropa memang ngebut banget buat diversifikasi energi. Tujuannya mulia: mengakhiri impor gas Rusia pada tahun 2027. Mereka gencar meningkatkan impor LNG dari sumber non-Rusia, dengan AS sebagai pemasok utama, dan jor-joran investasi di energi terbarukan seperti surya, angin, dan hidro.
Eropa juga punya kapasitas cadangan strategis yang lumayan besar. Cadangan minyak strategis IEA (yang juga diakses negara-negara UE) mencapai 1,5 miliar barel. Uni Eropa sendiri punya cadangan strategis minyak sekitar 1.047 TWh dan gas sekitar 1.025 TWh. Belum lagi fasilitas penyimpanan gas bawah tanah yang bisa menampung seperempat konsumsi tahunan mereka!
Namun, meskipun sudah banyak upaya diversifikasi, Eropa tetap punya titik lemah. Mereka masih rentan terhadap guncangan global, apalagi minyak masih menyumbang 32,3% dari total pasokan energi Eropa di tahun 2022.
Cadangan strategis itu cuma bisa bertahan dalam jangka pendek, dan yang bikin khawatir, kapasitas rute alternatif darat itu sangat terbatas, cuma sekitar 2,6 juta bpd dibanding 20-21 juta bpd yang lewat Hormuz! Jadi, meskipun ada kemajuan, "rumah" Eropa ini masih punya "kabel-kabel lama" yang rentan putus.
Skenario Penutupan Selat Hormuz oleh Iran – Gelombang Kejut Ekonomi Global
Jika skenario terburuk terjadi dan Selat Hormuz benar-benar ditutup, dampaknya akan seperti "Batu yang Dilempar ke Kolam Tenang" – efeknya beriak ke mana-mana, makin lama makin besar.
Pertama dan yang paling jelas adalah lonjakan harga minyak dan gas. Para analis memproyeksikan harga minyak bisa melonjak hingga $100-$200 per barel! Bayangkan, itu bisa memicu guncangan inflasi global yang masif.
Kita bisa belajar dari krisis minyak tahun 1970-an, di mana inflasi Euro 11 (kelompok negara pengguna Euro) melonjak dari 6,3% ke 13,2%. Atau invasi Irak ke Kuwait di tahun 1990, yang bikin harga minyak naik gila-gilaan dari $17 ke $36. Studi dari European Central Bank (ECB) bahkan menunjukkan bahwa guncangan harga energi tinggi bisa menyebabkan penurunan PDB riil dan inflasi yang persisten.
Selain energi, rantai pasokan non-energi juga bakal kacau balau. Selat Hormuz ini juga jalur vital untuk perdagangan global non-energi, mulai dari bahan baku, komponen elektronik, sampai produk konsumen.
Penutupan jalur ini berarti penundaan pengiriman besar-besaran, kelangkaan barang, dan tentu saja, kenaikan harga di mana-mana. Industri manufaktur dan elektronik Eropa, yang sangat bergantung pada impor, pasti akan terpukul keras.
Jangan lupakan juga kenaikan premi asuransi pengiriman. Ancaman terhadap jalur pelayaran pasti akan bikin perusahaan asuransi menaikkan premi mereka, yang artinya menambah beban biaya pada barang dan jasa yang diimpor. Ini juga akan menguras daya beli konsumen dan keuntungan perusahaan.
Paling parah, sebagian besar volume minyak dan gas yang lewat Hormuz tidak punya jalur alternatif yang memadai. Pipa alternatif Arab Saudi dan UEA kapasitasnya sangat terbatas, cuma 2,6 juta bpd, jauh dari 20-21 juta bpd yang biasa lewat Hormuz. Rute alternatif lain seperti Terusan Suez atau Bab el-Mandeb juga punya kerentanan sendiri dan tidak bisa menampung volume sebesar itu.
Trading Forex Lebih Mudah!
Buat Eropa, dampaknya bisa bikin pusing tujuh keliling. Potensi resesi di Eurozone sangat mungkin terjadi. Kita sudah lihat contohnya saat krisis energi 2022, di mana Eropa mengalami defisit neraca transaksi berjalan yang besar akibat tingginya harga energi.
Ngomongin mekanisme "Safe-Haven Flows" Dolar AS, Dolar ini memang secara historis jadi tujuan utama saat ketidakpastian global melanda. Tapi, perlu diingat juga, daya tarik safe-haven ini bisa memudar kalau muncul kekhawatiran baru tentang ekonomi AS, atau kalau ada perubahan ekspektasi terhadap kebijakan The Fed.
Respons kebijakan moneter ECB dan The Fed juga krusial. Jika terjadi guncangan inflasi akibat penutupan Hormuz, ECB pasti akan terpaksa menaikkan suku bunga lebih agresif untuk menekan inflasi. Sementara itu, The Fed juga bisa mempertahankan atau bahkan menaikkan suku bunga untuk mengatasi potensi inflasi akibat guncangan pasokan energi. Perbedaan respons ini lah yang bisa memperlebar atau mempersempit yield differential dan pada akhirnya, memengaruhi pergerakan EURUSD.
Penutupan Selat Hormuz oleh Iran bukan sekadar isu regional, tapi bisa memicu efek domino ke seluruh dunia—terutama bagi Eropa yang masih sangat tergantung pada jalur energi ini.
Lonjakan harga minyak dan gas, krisis pasokan barang, hingga ancaman inflasi ekstrem dan resesi di kawasan Eurozone adalah dampak nyata yang harus diantisipasi. Semua ini secara langsung maupun tidak langsung akan mengguncang pergerakan EURUSD, karena pasar akan bereaksi cepat terhadap tekanan ekonomi dan arah kebijakan bank sentral.
Buat Quickers yang ingin tetap tenang di tengah gejolak global seperti ini, penting banget untuk selalu up-to-date dan punya strategi yang solid. Yuk, gabung ke grup VIP Telegram FOREXimf! Dapatkan analisa EUR/USD harian, sinyal trading real-time, dan bimbingan langsung dari para analis berpengalaman. Jangan biarkan volatilitas pasar bikin kamu panik—kuasai peluangnya dan trading lebih percaya diri bareng komunitas yang tepat!